BAB 1 : Hukum dan Hukum Ekonomi

NAMA:M ALFIAN YOGIE P

NPM:24216157

KELAS:2EB02

 

BAB 1 

Hukum-Hukum Ekonomi

Pengertian Hukum

            Secara umum dapat didefinisikan bahwa Hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat. Peraturan ini diadakan oleh badan resmi. Peraturan ini juga bersifat mengikat dan memaksa sehingga jika terjadi pelanggaran atas peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi yang tegas.
            Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut para ahli, diantaranya :
  1. E. Utrecht, S.H.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953), beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
  1. Achmad Ali
Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) ataupun yang tidak tertulis, yang mengikatdan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu.
  1. Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
  1. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
  1. C.T. Simorangkir
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga berwenang.
  1. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan. Ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.
  1. M. Amin
Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum,” hukum dirumuskan sebagai berikut: Kumpulankumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi sanksi. Tujuan hukum itu adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
  1. Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat. Yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
  1. Dr. Van Kan
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian hukum di atas dapat disimpulkan bahwa hukum memiliki beberapa unsur sebagai berikut:
  • Peraturan tentang perilaku manusia dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
  • Peraturan tersebut dibuat oleh lembaga resmi yang berwenang.
  • Peraturan tersebut memiliki sifat memaksa.
  • Sanksi atau hukuman pelanggaran bersifat tegas.

 Tujuan Hukum

          Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak aneka ragamnya hubungna itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran  tiap-tiap anggota masyarakat itu.

           Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan.

Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:

1.  Dalam buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan,” Prof. Subekti, S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuanNegara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2.  Prof. Van Apeldroon dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht” mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
3.     Dalam “Science et technique en droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya “ kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
4.   Dalam buku “Inleiding tot de Rechtwetenschap” Prof. van kan mengatakan , bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

           Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjauhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Sumber-Sumber Hukum

         Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan yang biasanya bersifat memaksa.
Arti sumber hukum:
  1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.
  2. Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.
  3. Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.
  4. Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
  5. Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.
   Sumber-sumber hukum ada 2 jenis yaitu :
  1. Sumber-sumber Hukum Materiil (Welborn), yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari beberapa perspektif. keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yangmenentukan isi atau meteri (jiwa) hukum.
  2. Sumber-sumber Hukum Formiil (Kenborn), Perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukumitu sendiri.Macam-macam sumber hukum formal :
  • Undang-Undang ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu, dan sebagainya. UU dalam arti formal; setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut Undang-undang.(Pasal 5 ayat (1))
UU ADA 2 YAITU:
  1. UU (formil) keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya. UU dibuat oleh president dan DPR.
  2. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
Berlakunya UU: menurut tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU itu sendiri:
  a)      Pada saat di undangkan
  b)      Pada tanggal tertentu
  c)      Ditentukan berlaku surut
  d)      Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain
Berakhirnya UU.
  1.  Ditentukan oleh UU itu sendiri dan  Di cabut secara tegas
  2.  UU lama bertentangan dengan UU baru
  3.  Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di taati lagi.
Asas-asas berlakunya UU
  1.  LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU yang kedudukannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
  2. LEX SPECIALE DEROGAT LEGI GERERALI: UU bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifata umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.
  3. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI: UU yang berlaku belakangan membatalakan UU terdahulu sejauh UU itu mengatur hal yang sama
  4. NULLUM DELICTIM NOELLA POENA SINC PRAEVIA LEGI POENATE: tidak ada pembuatan dapat di hukum kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan dilakukan.
Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di ketahui setiap orang sehingga pelanggar UU mengetahui UU yang bersangkutan.
  • Kebiasaan ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun menurun yang telah menjadi hukum di daerah tersebut
  • Keputusan Hakim (Yurisprudensi) ialah keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri apabila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim mengikuti 2 putusan hakim yang lain (menurut utrecht), yaitu:
  1.   Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi, karena hakim adalah pengwas hakim di bawahnya. Putusan hakim yang lebih tinggi membpunyai “GEZAG” karena di anggap lebih brpengalaman.
  2.  Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Karena jika putusannya beda dengan hakim yang lebih tinggi  maka pihak yang di kalahkan akan melakukan banding/kasasi kepada hakim yang pernah memberi putusan dalam perkara yang sama agar perkara di beri putusan sama dengan putusan sebelumnya.
  3. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim yang terdahulu.
  • Traktat ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dan warga negara dari negara yang bersangkutan.
  • Doktrin adalah pendapat atau pandangan dari para ahli hukum yang mempunyai pengaruh sehingga dapat menimbulkan hukum. Dalam yurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasonal, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (TAP MPR No. III/MPR/2003)

    1. UUD 1945
    2. Ketetapan MPR RI
    3. UU
    4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
    5. Peraturan Pemerintah;
    6. Keputusan Presiden;
    7. Peraturan Daerah


Kodifikasi Hukum

          Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi hukum dibutuhkan untuk menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD, dan KUHAP.
            
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
  1. Kodifikasi Terbuka
         Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan  
         diluar induk kodifikasi.
  1. Kodifikasi Tertutup
         Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke 
         kodifikasi  atau buku kumpulan peraturan.

            Beberapa contoh kodifikasi hukum di Eropa dan Indonesia, yaitu :
  • Corpus Luris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur, tahun 527-565 ;
  • Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis, tahun 1604 ;
  • Kitab Undang-Undang Hukum Sipil tahun 1 Mei 1848
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tahun 1 Mei 1848
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1 Januari 1918
  • Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana tahun 31 Desember 1981

Kaedah atau Norma

            Kaidah atau norma adalah petunjuk hidup bagaimana kita berbuat dan bertingkah laku di masyarakat. Kaidah atau norma berisi perintah atau larangan dan setiap orang harus menaati kaidah atau norma tersebut agar dapat hidup dengan aman, tentram dan damai. Hukum merupakan seperangkat kaidah atau norma, dan kaidah ada banyak macamnya, tapi tetap satu kesatuan.

      Dalam sistem hukum Barat yang berasal dari hukum Romawi, dikenal tiga kaidah atau norma, yaitu :
  1.  Impere (Perintah)
  2.  Prohibere (Larangan)
  3.  Permittere (Yang Dibolehkan)
       Sedangkan dalam sistem hukum Islam, ada lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilah Al-Ahkam dan Al-Khamsah. Kelima kaidah itu adalah :
  1.  Fard (Kewajiban)
  2.  Sunnah (Anjuran)
  3.  Ja’iz atau Mubah Ibahah
  4.  Makruh
  5.  Haram (Larangan)
        Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi menjadi 2, yaitu :
  1. Hukum yang Imperatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
  2. Hukum yang Fakultatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah ini bersifat sebagai pelengkap.
         Selain itu, terdapat 4 macam norma, yaitu :
  1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah, larangan dan anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar
  2. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan   di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Norma ini mengikat tiap warga negara dalam wilayah negara tersebut.
  3. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya
  4. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan

Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

            Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai kemakmuran, dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang maupun jasa (M. Manulang).
 Menurut Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi memiliki dua aspek yaitu:
  1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan
  2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
      a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara 
         peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman 
         modal)
      b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian 
         hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum 
         perburuhan dan hukum perumahan).
            
Hukum ekonomi menganut beberapa asas, diantaranya :
  • Asas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
  • Asas manfaat
  • Asas demokrasi Pancasila
  • Asas adil dan merata
  • Asas keseimbangan, keserasian, keselarasan dalam perikehidupan
  • Asas hukum
  • Asas kemandirian
  • Asas keuangan
  • Asas ilmu pengetahuan
  • Asas kebersamaan, kekeluargaan, dan keseimbangan dalam kemakmuran rakyat
  • Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
  • Asas kemandirian yang berwawasan kewarganegaraan

Dasar hukum ekonomi Indonesia :
      A. UUd 1945
      B. Tap mpr
      C. Undang-undang
      D. Peraturan pemerintah
      E. Keputusan presiden
      F. Sk menteri
      G. Peraturan daerah

Ruang lingkup hukum ekonomi :

Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional pembagiannya sbb:
      1.  Hukum ekonomi pertanian atau agraria, yg di dalamnya termasuk norma-norma mengenai pertanian, 
           perburuan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
      2.  Hukum ekonomi pertambangan.
      3.  Hukum ekonomi industri, industri pengolahan
      4.  Hukum ekonomi bangunan.
      5.  Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan pariwisata.
      6.  Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
      7.  Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga, tenaga kerja.
      8.  Hukum ekonomi angkutan.
      9.  Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam) dll.

Sumber Hukum Ekonomi :
       a. Meliputi : perundang-undangan; perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan dan pendapat sarjana 
           (doktrin)
       b. Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat tergantung pada 
           kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang dianut di suatu negara.

Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
       a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
       b. Sebagai sarana pembangunan
       c. Sebagai sarana penegak keadilan
       d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat
Keempat fungsi tersebut dapat diterapkan dalam hukum ekonomi yang merupakan suatu sistem hukum nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat .

Tugas Hukum Ekonomi :
  • Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi
  • Peningkatan pembangunan ekonomi
  • Perlindungan kepentingan ekonomi warga
  • Peningkatan kesejahteraan masyarakat
  • Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
  • Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata hukum.
Contoh hukum ekonomi :
  1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
  2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
  3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
  4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
  5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata.


Referensi :
https://karlinaaafaradila.wordpress.com/2012/03/15/aspek-hukum-dalam-ekonomi/

BAB 2   

SUBYEK HUKUM DAN OBYEK HUKUM


SUBYEK HUKUM

Subjek Hukum. Sudah menjadi pengertian umum bahwa hukum merupakan suatu sistem tertentu dalam menjalankan pelaksanaan atas serangkaian kekuasaan yang ada pada lembaga. Untuk menjalankan rangkaian kekuasaan tersebut telah disebutkan dibutuhkannya suatu hukum, suatu hukum tersebut juga membutuhkan subyek hukum sebagai suatu sarana dan prasarana atas terlaksananya hukum.
Pengertian subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang memiliki kewenangan untuk bertindak untuk melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak menurut kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan menjadi pendukung sebuah hak. Undang-undang membagi subyek hukum menjadi dua bagian, yakni sebagai berikut :
       1)  Manusia / orang pribadi ( naturlijke persoon ) yang sehat rohaninya/ jiwanya, dan tidak dibawah    
             pengampuan.
       2)  Badan hukum ( rechts persoon ).
Dari penjabaran di atas, berikut ini pengertian dari subyek hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi :
      1)  Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan kewajiban 
           yang ada.
      2)  Riduan Syahrani, subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di dalam hukum
      3)  Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari 
           hukum.
dari ketiga pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa subyek hukum adalah pemegang kekuasaan dari hak dan kewajiban yang berlaku menurut hukum. Dalam hukum Indonesia, yang menjadi subyek hukum ialah manusia.
              Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia biasa sebagai suyek hukum memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh keberlakuan hukum yang berlaku. Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1 KUH perdata yang menyatakan bahwa untuk menikmati hak kewarganegaraannya tidak tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan setiap manusia pribadi sesuai dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.
             Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi subyek hukum yang cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun ketentuan pasal 330 BW tersebut tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk pria usia minimal 19 tahun dan wanita 16 tahun.Sementara itu menurut hukum adat seseorang dapat dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebagai subyek hukum, didasarkan pada kriteria jika ia sudah mandiri atau sudah bekerja, sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal terpisah dari orang tuanya Sedangkan badan hukum sebagai subyek hukum berwenang melakukan tindakan hukum dilakukan oleh pengurusnya atas nama suatu badan hukum tersebut sesuai atau berdasarkan kewenangan yang ditentukan oleh anggaran dasar badan hukum tersebut.
              Menurut hukum yang dapat disebut sebagai badan hukum harus memenuhi syarat tertentu. Misalnya Perseroan Terbatas ( P.T.) dimana akta pendirian perusahaannya harus disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM serta diumumkan dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia, sedangkan badan hukum lain seperti misalnya Yayasan tunduk kepada Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan, Koperasi tunduk kepada undang-undang perkoperasian dan Badan Usaha Milik Negara selain terikat pada undang-undang No.19 tahun 1969 dan undang-undang terkait lainnya.
Teori Badan Hukum sebagai subyek Hukum Ada beberapa teori yang melandasi badan hukum dikategorikan sebagai subyek hukum , yakni sebagai berikut :
  • Teori fiksi yang menyatakan bahwa badan hukum sebagai subyek hukum selaholah badan hukum adalah manusia, sehingga badan hukum sebagai subyek hukum memang dikehendaki oleh hukum.
  • Teori kekayaan, yang menyatakan badan hukum sebagai subyek hukum karena badan hukum itu mempunyai kekayaan yang terpisah dari kekayaan pengurusnya.
  • Teori Organ, yang menyatakan badan hukum sebagai subyek hukum mempunyai organ-organ untuk melakukan perbuatan hukum.
Sumber Bukunya : M.Muchtar Riva’i, Diktat Hukum Bisnis, untuk kalangan sendiri, di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta, tanpa tahun.
Subjek Hukum dalam ruang lingkup hukum perdata dan hukum pidana
Subyek Hukum Perdata
   1. Orang
Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 19-21) mengatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam keadaan hidup.

   2. Badan Hukum
Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
         Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort). Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
      Lebih lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari beberapa jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”); Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas);Koperasi (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004).
Subyek Hukum Publik (Pidana)
    1. Orang
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.

    2. Badan Hukum (Korporasi)
Masih bersumber pada artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia, dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader).
Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.
         Karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal person) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).
KUHP belum menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana (criminal liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
        Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata maupun hukum pidana, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum perdata dan hukum pidana keduanya mengakui bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.
Selain itu, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata, badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya. Dalam hukum pidana, karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi), maka pelimpahan pertanggungjawaban pidananya terdapat pada manusia, dalam hal ini diwakili oleh direksi.
Perbedaannya, dalam KUHP tidak diatur mengenai pertanggungjawaban Direksi, hanya pertanggungjawaban individual. Akan tetapi, pada perkembangannya, dalam peraturan perundang-undangan dikenal juga tindak pidana korporasi.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun
    1915;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang telah diubah
    denganUndang-Undang Nomor 28 tahun 2004);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Objek Hukum
           Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.
        Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
 Pada dasarnya objek hukum dibagi menjadi 2, yaitu:
   1. Benda Bergerak
 Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat 
 dihabiskan.
  • Dibedakan menjadi sebagai berikut
  A. Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat 
       dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
  B. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak 
       atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak 
       pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
     2. Benda Tidak Bergerak
  • Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
  A. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya 
       pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
  B. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar 
       benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang  
       merupakan  benda pokok.
  C. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang 
      tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas 
      benda tidak bergerak dan hipotik.
           Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
         Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.
Contoh Subyek Hukum dan Obyek Hukum
   
Pak Arnold merupakan pengguna mobil mewah yang seenak nya memarkirkan mobil mewah di pinggir jalan raya yang mana bukan tempat untuk parkir sehingga mengakibatkan kemacetan dan mengganggu ketertiban lalu linta serta melanggar peraturan di kota Jakarta.
> Penjelasannya
-      Subjek  Hukum : Pak Arnold sebagai pemegang kewajiban dan masyarakat kota Jakarta sebagai 
    pemegang hak dalam kasus ini
    Subjek hukum dalam kasus ini adalah Pak Arnold di karenakan dia seenak nya memarkirkan mobil  
    mewah nya di jalan raya dan tentu melanggar peraturan di kota Jakarta.
-       Objek Hukum  :  Mobil mewah 
    Objek hukum dalam kasus ini adalah mobil mewah milik Pak Arnold, di mana merupakan hak benda 
     berwujud yang menjadi pokok masalah dalam kasus ini. 
-       Peristiwa hukum : Masyarakat kota Jakarta merasa di rugikan karena perbuatan Pak Arnold yang    
    tidak menaati peraturan yang berlaku di wilyah tsb.
    Peristiwa hukum dalam kasus ini masyarakat kota Jakarta  merasa  di rugikan karena perbuatan Pak  
    Arnold yang melanggar peraturan di mana perbuatan nya menimbulkan ketidak nyamanan bagi   
    pengendara kendaraan di kota Jakarta dan dapat mengakibat kan terjadi nya kemacetan dan kecelakaa
 -      Akibat hukum  : Pak Arnold harus membayar denda yang di kenakan kepadanya.
    Akibat hukum dari kasus ini ialah Pak Arnold harus memayar denda yang di kenakan kepadanya, di  
    karenakan perbuatanya melanggar peraturan yang berlaku di kota Jakarta.
CONTOH KASUS 2,
Pak Andi merupakan pengguna sepeda motor yang mana dia sedang terburu-buru dan dia memakai jalur busway dengan sadarnya padahal itu melanggar peraturan lalu lintas , dan tidak berapa lama ada polisi yang menghadang dan memberhentikan motor pak Andi .
  >Penjelasannya,
-      Subjek  Hukum : Pak Andi sebagai pemegang kewajiban dan masyarakat kota Jakarta sebagai 
    pemegang hak dalam kasus ini. 
    Subjek hukum dalam kasus ini adalah Pak Andi menggunakan jalur busway dan itu melanggar peraturan   
    di kota Jakarta.
-        Objek Hukum  :  Motor 
    Objek hukum dalam kasus ini adalah motor milik Pak Andi, di mana merupakan hak benda berwujud 
     yang menjadi pokok masalah dalam kasus ini. 
-         Akibat hukum  : Pak Andi  harus membayar denda sebesar Rp.500000 yang di kenakan kepadanya.
     Akibat hukum dari kasus ini ialah Pak Andi harus memayar denda yang di kenakan kepadanya, di 
     karenakan perbuatanya yang menggunakan jalur busway yang mana melanggar peraturan yang berlaku di 
     kota Jakarta.


Referensi
- http://artonang.blogspot.co.id/2015/12/perusahaan.html 
-  http://artonang.blogspot.co.id/2014/12/hukum-perdata.html
-  http://tesishukum.com/pengertian-subjek-hukum-menurut-para-ahli/
- http://jendeladelia.blogspot.co.id/2016/03/contoh-kasus-subjek-dan-objek-hukum.html
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perekonomian Indonesia Tentang Neraca Pembayaran,Arus Modal Masuk dan Utang Luar Negeri

PENGANTAR BISNIS KUNJUNGAN KULINER KETOPRAK KHAS DKI JAKARTA

MANUSIA BUDAK TEKNOLOGI DAN GADGET